Rebo Buntung merupakan kegiatan andalan masyarakat Pringgabaya sebab selain sebagai upacara yang berbau ritual, tradisi ini juga dijadikan sebagai salah satu event wisata tahunan Pantai Ketapang dan Pantai Tanjung Menangis Pringgabaya Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur. Menurut keterangan beberapa orang tokoh adat dan tokoh masyarakat Ketapang Desa Pringgabata, tradisi Rebo Buntung telah dilaksanakan sejak dahulu kala dan diwariskan serta terus dilestarikan sebagai event tahunan masyarakat Pringgabaya.
Dijelaskan pula bahwa tradisi Rebo Buntung awalnya dilaksanakan oleh Raja Sandubaya (pemimpin Kerajaan Sandubaya) dengan tujuan untuk memohon keselamatan kepada sang penguasa alam semesta. Dikisahkan bahwa pada pada masa lampau, Raja Sandubaya membawa rakyatnya bermigrasi dari Labuhan Lombok ke Pringgabaya. Migrasi yang dilakukannya itu disebabkan oleh banyaknya gangguan bajak laut terhadap masyarakat kerajaan Sandubaya yang berpusat di sekitar Labuhan Lombok (Labuuhan Kayangan sekarang). Raja Sandubaya membawa rakyatnya bermigrasi ke Pringgabaya, di sekitar pantai Ketapang Tanjung Menangis (Dusun Ketapang Desa Pringgabaya saat ini) mereka membuka perkampungan dan pada saat membuka perkampungan itulah dilaksanakan ritual di sekitar pantai yang ditujukan untuk memohon keselamatan kepada tuhan Yang Maha Kuasa dan supaya mereka terhindar dari mara bahaya dan gangguan makhluk halus.
Amaq Dian (tokoh adat Dusun Ketapang) juga menceritakan bahwa tradisi Rebo Buntung awalnya memang dilaksanakan oleh Raja Sandubaya dan para pengikutnya pada saat membuka pemukiman di sekitar pesisir Pringgabaya (Dusun Kampung) ini. Sepeninggal Raja Sandubaya, masyarakat setempat tidak lagi melakukan tradisi itu hingga tujuh tahun lamanya. Hal itu kemudian menyebabkan masyarakat setempat dilanda musibah berupa wabah penyakit/bala yang menelan banyak korban jiwa. Melihat kenyataan itu, warga setempat kemudian melakukan upacara tetulak bala dengan harapan supaya mereka terbebas dari wabah penyakit yang melanda mereka. Konon, setelah dilaksanakannya upacara tolak bala ini, warga setempat terbebas dari wabah penyakit/bala yang menimpanya saat itu. Upacara tolak/tetulak bala ini-lah yang kemudian disebut dengan nama tradisi Rebo Buntung yang hingga saat ini terus dilaksanakan.
Upacara ini disebut dengan istilah Rebo Bontng karena puncak pelaksanaannya dilaksanakan pada hari Rabu terahir di bulan Syafar. Upacara ini dilaksanakan setiap tahun, tepatnya pada minggu terahir bulan Syafar (perhitungan tahun Hijriah dan tahun Sasak). Sebelum dilaksanakannya acar puncak Rebo Buntung, masyarakat Pringgabaya terlebih dahulu melaksanakan tetulaq desa, tetulaq gubuk, dan tetulak otak reban. Ketiga acara ini dilaksanakan pada bulan Muharram yang dengan dilaksanakannya tetulak yang tiga ini maka masyarakat mulai bersiap-siap untuk melaksanakan ritual Rebo Buntung.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar